Bisakah Suami Dibui karena Perkosa Istri Seperti di RUU KUHP? Cek Faktanya!
Berita, PanditBola.com - KUHP rancangan ditolak oleh mahasiswa Belanda sehingga KUHP masih berlaku. Salah satu artikel yang mempertanyakan itu 'suami memperkosa istri mereka. Dapat suami dan istri diperkosa, fakta atau isu belaka?
"Setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang telah hubungan seksual dengan dia telah dihukum karena perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun," bunyi Pasal 479, ayat 1, seperti dikutip AFP, Minggu ( 29/09/2019).
Menurut definisi, maka bisa menjadi suami yang memperkosa istrinya. Dengan ketentuan bahwa istri tidak menginginkan seks dan suami kekerasan.
Adalah formulasi atas hal-hal baru? Sepertinya tidak. Definisi yang sama saat terkandung dalam UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip KUHP yang dikodifikasikan hukum.
Namun, UU PKDRT, tidak menggunakan pemerkosaan istilah, tapi kekerasan seksual. Pasal 8 huruf a Undang-Undang PKDRT berbunyi:
kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 c meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga.
Adapun Pasal 46 UU PKDRT berbunyi:
Setiap orang yang melakukan tindakan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara 12 tahun atau denda Rp 36 juta.
Dalam catatan AFP, setidaknya ada dua kasus sudah tunduk pada pasal tersebut. Kasus pertama terjadi di London pada tahun 2015. Itu Tohari memperkosa istrinya yang sedang sakit. Beberapa minggu setelah itu, Siti meninggal. Pada itu, Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan hukuman lima bulan penjara untuk Tohari.
Kasus kedua, Hari Purwanto Ade memaksa istrinya untuk berhubungan seks di sebuah hutan di Pasuruan, Jawa Timur, pada tahun 2011. Hari ini beralasan sudah melayani kewajiban istri suaminya, sesuai agama yang ia yakini.
Namun, pertahanan diri ditolak dan akhirnya dihukum Day 16 bulan penjara. Putusan tidak bergerak sampai banding oleh hakim ketua Prof. Komariah E Sapardjaja dan hakim Suhadi dan Salman Luthan.
Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Adriana, memaksa istrinya untuk melakukan hubungan seksual merupakan bentuk pemerkosaan istri atau pemerkosaan yang agak perkawinan. perkosaan sering disebut kekerasan seksual. Pemerkosaan perkawinan adalah hubungan seksual antara pasangan yang sudah menikah dengan cara kekerasan, pemaksaan, ancaman atau cara yang tidak diinginkan untuk pasangannya masing-masing.
"Kekerasan Jadi domestik bahwa ia memaksa istrinya untuk melakukan sesuatu tapi dia tidak mau. Itu berupa pemerkosaan atau kekerasan seksual yang dapat mengakhiri wanita ekstrim sampai mati," kata Adriana.
Dalam catatan kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2018 menciptakan Komisi Nasional Perempuan, kasus perkosaan dalam perkawinan tidak punya dasar hukum dalam UU PKDRT, tapi masih minim melaporkan. Setidaknya ada empat kasus yang dilaporkan kepada KP, dan hanya 4 kasus yang ditangani oleh Pengadilan Negeri (PN). Namun ditangani oleh pengadilan agama, belum terdata secara eksplisit.
"Pemerkosaan Perkawinan dalam perspektif korban kekerasan terhadap istri dalam bentuk hubungan seksual dipaksakan dengan cara tidak manusiawi dan menyebabkan penderitaan. Data yang dicatat Komnas Perempuan dipaksa hubungan seksual selama menstruasi, memaksa berhubungan dengan cara-cara yang tidak manusiawi dan kesehatan merusak produksi , "menurut laporan Komnas Perempuan 'Korban Voice, data Bicara: Otorisasi RUU kekerasan seksual Sebagai Menjadi komitmen Negara'," menurut temuan Komnas Perempuan.