Ompi TV - Sri Lanka akan segera mengadakan konferensi donor bersama China, India, dan Jepang. Hal ini dilakukan untuk mencari jalan keluar dari persoalan krisis ekonomi yang melanda negara itu.
Dalam sebuah keterangan, Perdana Menteri (PM) Ranil Wickremesinghe mengatakan saat ini negaranya telah kesulitan untuk mendapatkan beberapa kebutuhan dasar. Ia juga telah meminta bantuan lembaga moneter global seperti Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menyelesaikan masalah ini.
"Kami membutuhkan dukungan dari India, Jepang, dan China yang telah menjadi sekutu bersejarah. Kami berencana untuk mengadakan konferensi donor dengan melibatkan negara-negara ini untuk menemukan solusi bagi krisis Sri Lanka," kata Wickremesinghe kepada parlemen dikutip Reuters, Rabu (22/6/2022).
"Kami juga akan mencari bantuan dari Amerika Serikat (AS)."
"Delegasi tingkat tinggi dari India akan tiba pada hari Kamis untuk pembicaraan tentang dukungan tambahan dari New Delhi, dan tim dari Departemen Keuangan AS akan berkunjung minggu depan," tambahnya.
India dan China sendiri merupakan pemimjan terbesar dana ke negara itu. Untuk Delhi, sejauh ini telah memberikan bantuan senilai sekitar US$ 3 miliar (Rp 44 triliun). Ini juga termasuk swap sebesar US$ 400 juta dan jalur kredit dengan total US$ 1,5 miliar.
China juga sedang mempertimbangkan permohonan dari Sri Lanka untuk merundingkan kembali persyaratan swap mata uang yuan senilai US$ 1,5 miliar untuk mendanai impor penting.
Sementara itu, untuk IMF, Colombo mengatakan telah ada diskusi yang baik antara pihaknya dengan lembaga perbankan itu. Sri Lanka menargetkan dana sebesar US$ 3 miliar dari lembaga itu untuk meringankan keuangannya untuk mendapatkan pasokan kebutuhan publik.
"Kami telah membahas beberapa poin termasuk kebijakan fiskal, restrukturisasi utang dan transfer langsung tunai," ujarnya lagi.
"Sejajar dengan ini kami juga telah memulai pembicaraan tentang kerangka restrukturisasi utang, yang kami harap akan selesai pada Juli."
Sri lanka sendiri sendiri bergulat dengan apa yang dikatakan sebagai krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948. Krisis yang dialami negara itu sebagian disebabkan oleh defisit mata uang asing karena digunakan untuk membayar utang luar negeri.
Selain itu, sumber pemasukan devisa Sri Lanka lainnya seperti dari sektor pariwisata juga menurun. Sektor pendapatan ini semakin terpukul karena pandemi Covid-19.
Hal ini membuat Negeri Ceylon itu tak memiliki uang untuk mengimpor bahan bakar dan beberapa kebutuhan hidup lainnya yang mayoritas diimpor. Bahkan, kelangkaan bahan bakar sampai membuat negara itu mengalami pemadaman listrik dalam jangka waktu yang panjang.